Puisi-puisi
Putu Gede Pradipta
Kisah Telur Puisi
Aku muncul dari sebalik dinding purba
Tempat semayam gelap dan maha dingin
Mengambil wujud yang putih dan bersih
Seolah juga aku berpenampilan sempurna
Menetasku disebabkan peraman hangat
Kepala seniman pemilik galeri kata-kata
Jagalah aku. Jika pecah sebelum waktunya
Maka aku akan gagal menetaskan puisi
Yang bila sudah begitu tentu tak ada lagi
Yang menghiasi meja makanmu kelak
Dan demikianlah terjadi di setiap harinya
Rasa hambar akan menikam-nikam lidahmu
Sampai suatu saat kau sendiri yang pecah
Terhidang bersih dan rapi disantap puisi
2012
Tempat semayam gelap dan maha dingin
Mengambil wujud yang putih dan bersih
Seolah juga aku berpenampilan sempurna
Menetasku disebabkan peraman hangat
Kepala seniman pemilik galeri kata-kata
Jagalah aku. Jika pecah sebelum waktunya
Maka aku akan gagal menetaskan puisi
Yang bila sudah begitu tentu tak ada lagi
Yang menghiasi meja makanmu kelak
Dan demikianlah terjadi di setiap harinya
Rasa hambar akan menikam-nikam lidahmu
Sampai suatu saat kau sendiri yang pecah
Terhidang bersih dan rapi disantap puisi
2012
Burung Sajak
Telah lama kunantikan
Tajam paruh mengoyak
Tubuhku yang rupa telur
Telah lama kunantikan
Cahaya nyala matanya
Membentang jalan sajak
Telah lama kunantikan
Kepak sayapnya tumbuh
Lalu membubungkan aku
Sungguh lama kunantikan
Telur itu menetas burung
Memeram hangat tubuhku
2012
Tajam paruh mengoyak
Tubuhku yang rupa telur
Telah lama kunantikan
Cahaya nyala matanya
Membentang jalan sajak
Telah lama kunantikan
Kepak sayapnya tumbuh
Lalu membubungkan aku
Sungguh lama kunantikan
Telur itu menetas burung
Memeram hangat tubuhku
2012
Nelayan
Angin mencipta ombak pada sepasang matanya yang teduh
Bersamaan dalam kepalanya lahir ikan-ikan yang menari
liar
Dan di setiap hembusan nafasnya kini telah beraroma
laut
Setelahnya ia pun melempar pukat sampai ke dalam
jantung
2012
Percakapan di Bawah Hujan
Dua batang pohon sedang bercakap di sebuah halaman.
Hujan telah mengguyur lebih kurang sejam lalu. Sepasang
pohon sudah sepantasnya tahan. Percakapan mereka lebih
menggenang ketimbang hujan. Tapi seorang penyair yang
berada di antaranya hampir saja menghembuskan nafas
terakhirnya. Ia terendam oleh genangan kata yang terus
berjatuhan dari percakapan dua pohon itu.
Hujan telah mengguyur lebih kurang sejam lalu. Sepasang
pohon sudah sepantasnya tahan. Percakapan mereka lebih
menggenang ketimbang hujan. Tapi seorang penyair yang
berada di antaranya hampir saja menghembuskan nafas
terakhirnya. Ia terendam oleh genangan kata yang terus
berjatuhan dari percakapan dua pohon itu.
2012
Capung
Terbang mengasah bara udara
Lalu disimpan dalam dingin telaga
Sebelum petang meminangnya
2012
Lilin
Sebab nyalaku tak oleh sekedar api
Aku pun mesti disuguhkan sunyi
Dan ditiupi hening doa dari bibirmu
2012
Putu Gede Pradipta lahir 18 Desember 1988. Berhunian di Denpasar. Sempat menempuh pendidikan Biologi. Tahun 2011 puisinya lolos kurasi Temu Sastrawan Indonesia IV Ternate.
Putu Gede Pradipta lahir 18 Desember 1988. Berhunian di Denpasar. Sempat menempuh pendidikan Biologi. Tahun 2011 puisinya lolos kurasi Temu Sastrawan Indonesia IV Ternate.
Untuk materi Lomba Kritik Sastra (Puisi) adalah seluruh puisi di atas.
BalasHapusTerima kasih,
ttd
Panitia Lomba
sudah berapa orang yang ikut ini??
BalasHapusdan apa hadiahnya???
Sampai saat ini, baru masuk 6 naskah. Hadiahnya, buku puisi Telaga.
BalasHapusuntuk pemenang buku puisinya bisa diambil dimana??
BalasHapusBuku akan dikirim ke alamat pemenang. silakan kirim alamat surat lengkap ke email yang sama seperti kirim naskah kritik. trims.
BalasHapusSalam
Panitia